Kenapa banyak orang yang mempercayai teori konspirasi? Ilmu ekonomi perilaku punya sejumlah teori berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan. - utas -
1/10. Ada yang dinamakan bias konfirmasi. Manusia cenderung selektif dalam menerima informasi. Kita lebih mudah menerima informasi dan data yang sejalan dengan apa yang kita percayai, dan menganggap bahwa informasi/data yang tidak sejalan dengan pemikiran kita sudah pasti salah.
2/10. Bias proporsionalitas. Manusia cenderung percaya bahwa hal/kejadian besar sudah pasti disebabkan oleh faktor besar juga. Makanya banyak yang merasa bahwa COVID-19 tidak mungkin "hanya" disebabkan oleh kelelawar, seperti JFK tidak mungkin "hanya" dibunuh oleh satu orang.
3/10. Padahal, teori kekacauan (chaos theory) pernah memperkenalkan teori efek kupu-kupu: sebuah hal yang sangat kecil bisa menimbulkan kekacauan luar biasa. (Dinamakan efek kupu-kupu karena kepakan sayap kupu-kupu bisa lambat laun menyebabkan tornado)
4/10. Kita suka memproyeksikan diri kita pada orang lain dan mempercayai orang yang mirip dengan kita. Orang yang percaya teori konspirasi cenderung suka membuat teori konspirasi sendiri - sering curiga pada orang lain, tidak percaya pada otoritas, dll.
5/10. Apa yang menyebabkan otak kadang tidak bisa "menerima" kebenaran? Ketika faktor emosional berperan saat terekspos informasi yang tidak benar, penerima informasi cenderung kesulitan untuk menerima bahwa informasi yang ia terima sebelumnya itu salah.
6/10. Inilah mengapa seringkali kita sering lebih gampang menerima informasi yang tidak benar ketika dibungkus dalam sebuah cerita yang menyentuh hati/emosi kita. Ketika emosi disentuh, kita cenderung kesulitan berpikir jernih.
7/10. Sayangnya, emosi seringkali bermain saat kita mengakses media sosial. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang sedang menggunakan Twitter faktor emosinya naik sebesar 65%. Saat menggunakan Twitter, kita lebih sering merespons secara emosional dan bukan kognitif.
8/10. Pandangan orang bisa berubah seringkali tergantung kadar stresnya. Saat tidak stres, berita baik lebih bisa mengubah hal-hal yang kita percayai. Sementara itu, saat stres, berita buruk lebih berperan.
9/10. Tidak jarang, orang yang sudah punya pemikiran tertentu akan bertahan lebih kuat pada pemikiran tersebut kendati ribuan orang lain telah mempresentasikan data atau informasi yang bertentangan dengan kepercayaannya.
10/10. Mungkin itulah mengapa sulit bagi kita untuk mematahkan opini seseorang, apalagi jika ia sangat mempercayai dirinya sendiri.
Bonus: Bahasan menarik dari Tali Sharot -- orang-orang cerdas cenderung lebih sulit mengubah kepercayaan mereka: https://www.youtube.com/watch?v=UkdrZ9d3j6g
Bonus (2): Dengar Prof Christopher French (Kepala Unit Psikologi Anomalistik di Goldsmiths) bicara soal teori konspirasi. Kadang orang percaya teori konspirasi untuk membuat hal-hal yang tidak masuk akal menjadi masuk akal di kepala mereka... https://soundcloud.com/val202/chrisfrench
Sumber asli di Twitter: https://twitter.com/alandakariza/status/1284780935733342208