Karena lagi rame eksploitasi berkedok penelitian akademis, aku mau jelasin sedikit tentang hak orang lain sebagai subyek penelitian kita. Penelitian yang melibatkan manusia lain ga bisa seenaknya. Apa aja sih kode etik penelitian yang melibatkan subyek/responden manusia?
Mengacu pada Belmont Report, ada 3 elemen etik riset: 1. Menghormati manusia lain (termasuk otonomi mereka untuk membuat keputusan) 2. Manfaat (membatasi kerugian dan memaksinalkan keuntungan dari riset) 3. Keadilan (ga boleh cuma menguntungkan sepihak dan merugikan yang lain)
Aku bakal ngomong lebih jauh tentang prinsip nomer 1. Buat menghormati responden/subyek kita, prinsipnya, mulai dari wawancara, eksperimen, observasi, bahkan survei sekalipun peneliti kudu dapet CONSENT dari orang lain yang jadi subyek/responden dalam penelitian kita.
Apa itu consent? Consent merupakan izin melakukan penelitian yang melibatkan orang lain sebagai subyek. Di situ dijelaskan penelitiannya tentang apa dan risiko apa saja yang muncul dari partisipasi sang subyek dalam penelitian itu. Consent itu hukumnya WAJIB.
Biasanya consent tertulis & kudu ditandatangani subyek. Di situ juga dicantumkan kontak yg bisa dihubungi bila subyek mau nanya lebih jauh atau mengadu kalau penelitiannya dinilai merugikan. Kalau riset kampus biasanya kontak supervisor/dosbing tesis/skripsi/penelitian kita.
Buat yang mau riset dan perlu baca-baca tentang cara bikin form consent bisa googling “informed consent for research” atau klik link ini: https://oprs.usc.edu/files/2017/04/Informed-Consent-Booklet-4.4.13.pdf
Consent sifatnya voluntary, alias sukarela. Ga boleh kita memaksa atau menekan subyek/responden buat berpartisipasi dalam riset kita. Kasus G yg lagi rame jelas menyalahi ini karena sudah memanipulasi “subyeknya” — atau lebih tepat korbannya — buat berpartisipasi di “risetnya.”
Selain itu, consent juga mengutamakan kerahasiaan. Jadi, kasus G yang menyebarkan foto “subyek penelitian” lainnya untuk membujuk (memanipulasi!) korban untuk menurut ini itu ga dibenarkan sama sekali. Data responden/subyek HARUS dilindungi kerahasian serta anonimitasnya.
Satu lagi hal yang penting: CONSENT BISA DITARIK. Ketika responden kita ga mau lanjut dengan penelitian kita atau mau datanya dihapus, itu terserah mereka. Apapun alasannya, kita harus menghargainya.
Selain menyalahi prinsip pertama Belmont Report, “riset” G ini jelas menyalahi prinsip lainnya karena merugikan orang lain. Mulai dari bikin orang lain cemas, ga nyaman, sampai marah. Biasanya kampus/lembaga riset lain ga akan memberi izin penelitian semacam ini.
Kampus biasanya punya Institutional Review Board (IRB), yaitu lembaga administratif yang berusaha memastikan semua riset di kampus meindungi hak dan kesejahteraan subyeknya. Setelah kita submit proposal ke dosbing, kita kudu minta “lampu hijau” dari IRB. https://research.oregonstate.edu/irb/frequently-asked-questions/what-institutional-review-board-irb
Perlu diingat, a pass from IRB dan 3 prinsip di Belmont Report penting tapi ga menjamin sebuah riset itu etis. Misalnya, studi dari Bryan et al. (2020) ini dinilai ga etis karena dinilai mempengaruhi relijiusitas seseorang dengan suatu insentif. https://economics.harvard.edu/files/economics/files/ms29321.pdf
I am teling you this supaya kalau di kemudian hari kalian jadi subyek/responden penelitian kalian sadar hak-hal kalian dan ga jadi korban eksploitasi/penipuan kayak di kasus “perbungkusan” itu.
Buat kalian yang masih kuliah dan nanti kudu ngumpulin data buat skripsi (or is researcher in general), take a note of this. Ini penting banget, apalagi buat anak Ilmu Sosial yang kerap bersinggungan sama subyek/responden manusia. Jangan sampe riset kalian ga etis, ya.
Sumber asli di Twitter: https://twitter.com/zahraamalias/status/1288780958934564866