Setiap bangun pagi ada satu ritual baru yang saya lakukan: mencari sumber bau ekstreme (parfum atau makanan). Kalau saya masih bisa mencium bau, kemungkinan besar saya belum terjangkit Covid-19. Referensi: https://hms.harvard.edu/news/how-covid-19-causes-loss-smell
Penderita Covid-19 27x lebih berpeluang mengalami Anosmia ketimbang populasi normal. Sementara demam hanya 2,2x lebih besar dibanding populasi normal. Maka gangguan penciuman (Anosmia) bisa menjadi detektor dini Covid-19. Referensi: https://jamanetwork.com/journals/jamaotolaryngology/article-abstract/2767781
Bagaimana caranya? Bukankah sel penciuman manusia tidak ada enzim ACE2-nya? Kok bisa terpengaruh oleh virus SARS-Cov2? Kemungkinan besar yang terpengaruh bukan sel penciuman, tapi sel tubuh penunjang kerja sel penciuman yang memiliki enzim ACE2.
Itu juga berarti Anosmia pada kasus Covid-19 tidak berlangsung permanen. Bila indera penciuman sudah kembali, maka berarti sudah terjadi regenerasi sel-sel yang dirusak virus SARS-Cov2. Dan ini juga berarti antibodi tubuh juga sudah terbentuk.
Apakah mungkin terjadi seseorang terkena Covid-19 tapi indera penciumannya baik-baik saja? Mungkin saja terjadi. Maka kita tetap perlu waspada. Tapi kalau indera penciuman mulai terganggu, segera lakukan tes - siapa tahu kita terjangkit virus SARS-Cov2.
Berikut pesan umum Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) terkait Anosmia sebagai indikasi dini Covid-19 https://twitter.com/HealthySandwell/status/1292783739215523841/video/1
Sumber asli di Twitter: https://twitter.com/hotradero/status/1291589941617557504