logo
Selamat datang di GNFI Note, jika ingin dibuatkan Note silakan reply utas/thread baik, menarik, dan bermanfaat yang ada di Twitter, mention @gnfinote tambahkan kata kunci noted atau noted #backward untuk thread lama dengan mention di tweet terakhir.

Setelah rame soal peretasan medsos individu & organisasi, sy mau nerusin ttg...

Setelah rame soal peretasan medsos individu & organisasi, sy mau nerusin ttg urgensi ekosistem pengetahuan inovasi dan integrasinya dlm kebijakan di Indonesia. Mengapa penting? Retas-meretas ini salah satu indikasi pengetahuan tdk berakar di republik ini. #inisiatifpengetahuan

Pertama, soal kebijakan. Apa kebijakan itu? Kebijakan adlh pilihan pemerintah utk melakukan atau utk tidak melakukan sesuatu. Pemerintah tdk bisa menyelesaikan semua masalah. Maka hrs memilih, memprioritaskan: mana yang mendesak, mana yang paling berdampak.

Di dalam membuat kebijakan, ada hasil yg memang diinginkan (intended outcomes), tapi juga ada dampak yg tidak dimaksudkan (unintended consequences). Pada prakteknya, unintended consequences ini yang sering kali luput atau tidak menjadi pertimbangan saat kebijakan dibuat.

Mengapa ini sering terjadi? Bukankah riset dan data mempunyai hubungan positif dengan kebijakan? Apakah asumsi ini benar? Kita lihat.

Riset dilakukan dlm momen intelektual (refleksi, analisis). Sedangkan kebijakan dibuat dlm momen politis (negosiasi, lobbying, debat). Itu mengapa relasi keduanya seringkali 'non sequitur' (tdk nyambung), meski riset katanya dipakai dlm kebijakan. Apakah hny di Indonesia? Tidak.

Di negara2 lain tmsk negara maju pun begitu. Bedanya 'jarak' antara riset dan kebijakan lbh dekat. Mengapa? Karena pembuat kebijakan, politisinya lbh terdidik, ter-exposed pd pengetahuan. Jadi debat politik saat membuat kebijakan juga lbh bermutu. Policy is ALWAYS political.

Kalau kita refleksikan: Sejauh mana riset sungguh berkontribusi dalam pembuatan kebijakan? Jika kita lihat polity (institutional framework), bisa dikatakan ini belum sepenuhnya terjadi, karena memang belum menjadi kultur di Indonesia.

Dari refleksi terbatas saya slm 7 th (2012-2019) melayani 2 presiden, 1 kepala UKP4 dan 3 Kepala Staf Kepresidenan, nampaknya ada 3 hal pokok mengapa polity belum menjadi kultur, dan juga mengapa penting mengintegrasikan pengetahuan dalam kebijakan.

Satu, koordinasi buruk dan pendekatan kerja yg silo-ed (terkotak2). Contoh nyata: waduk dan irigasi yg dibangun KemenPUPR jaraknya puluhan km dari sawah yg dicetak Kementan utk diairi. Keduanya mmg kerja, tapi sendiri2. Pengetahuan perlu diintegrasikan agar koordinasi terjadi.

Dua, kurangnya disiplin dlm pelaksanaan yg tidak sesuai dgn perencanaan. Contoh: bansos COVID19 atau APD u/ nakes yg terkendala di lapangan, mulai dari pengadaan hingga distribusi. Tak heran presiden gusar. Jika disiplin, kita dpt perbaiki proses pembuatan kebijakan pemerintah.

Tiga, tawar menawar politis krn tiadanya data. Bukan rahasia bagaimana debat anggaran tjd bukan krn substansi melainkan kepentingan konstituen atau politis. Tanpa data, debat ini tak berujung kecuali kuasa. Data penting utk layanan publik yg lbh baik, tertarget dan akurat.

Kebijakan publik yg baik, berbasis data & pengetahuan, dikomunikasikan dgn baik dan dilaksanakan scr konsekuen akan menyehatkan relasi warga & pemerintah di setidaknya 4 tingkat: warga ngerti pemerintahnya 1. mampu, 2. punya otoritas, 3. well-motivated, & 4. bisa dipercaya.

Apa gampang hidup sbg pembuat kebijakan? ENGGAK. Ada setidaknya tiga tegangan yg selalu harus dihidupi. Selalu hrs mencari kesetimbangan antara: 1. substansi atau artikulasi; 2. politis atau teknokratis; dan 3. elitis atau populis. Ntar kapan2 sy twit soal ini. :-)

Jadi, kita semua perlu memastikan bhw seluruh kebijakan, perencanaan pembangunan, disusun berdasarkan pengetahuan & bukti sebagai dasar (ex ante), bukan sebagai pembenaran (ex post). Gampang? ENGGAK. Tapi ya kita semua wajib mengingatkan ini pada pemerintah. Ini gunanya kritik.

Jadi, mengapa sekarang momen krusial u/ mendorong ekosistem pengetahuan? Pandemi ini membuka mata, bhw ini bukan hny perkara ekonomi, tp lbh mendalam: soal manusia. Kesehatan tentu saja. Tapi juga tabiat ilmiahnya. Khususnya dlm pembuatan kebijakan. Ini yg seriously compromised.

Kita mau jadi negara besar di 2045. Tapi COVID19 mereset capaian kita 5-10 th terakhir. Kemiskinan naik lagi di atas 2 digit, pengangguran dan inflasi juga naik. Kita masuk resesi. Bagaimana mengatasi? Keluar dari pandemi dulu. Lalu bangun ekonomi berbasis pengetahuan & inovasi.

Ini negeri besar. Kita juga mesti berpikir besar. Presiden @jokowi bersemangat menata dan membawa kita ke sana meski didera pandemi. Satu jalan kolektif adlh lewat ekosistem pengetahuan & inovasi. Secara pribadi, kita didik diri sendiri, agar makin pinter & gak gampang baper. 😁

Sekian catatan ttg pentingnya ekosistem pengetahuan dan inovasi di negeri kita. Maaf kalau thread ini tidak sesuai tema malam Minggu anda. Pesan sponsor abadi: Jangan pernah berhenti mencintai negeri ini. Apapun peran kita, di manapun kita berada, apapun yang kita lakukan. 🇮🇩

Sumber asli di Twitter: https://twitter.com/yanuarnugroho/status/1297214825563529216

Baca Note menarik lainnya